Sabtu, 03 Januari 2009

Sajak Maman Empun

TENTANG PEREMPUAN YANG LALU

Perempuan yang lalu itu telah kita hancurkan kisahnya dalam kemesraan yang terbangun di malam ini
Perempuan yang lalu itu sudah tak wangi dalam penciuman
Perempuan yang lalu itu makin tak terbaca dalam setiap pikiran yang menjelajah
Seperti lamat-lamat dan mungkin tercerabut dalam ungkapan-ungkapan hilang

Senyum perempuan lalu itu tak lagi merekah
Hanya malam yang mungkin ia persembahkan pada setiap titik-titik air yang jatuh di permukaan rembulan
Sementara kita mesti mengarungi hidup yang pasti
Yang setiap malam menyusun angka-angka
Menyulam huruf-huruf dalam rangkaian kejujuran
Maka kata rindu cukup dipersembahkan pada kebersamaan kita

ANAKKU SENANG MELIHAT HUJAN

Dari balik jendela
Mata bening dan kejernihan auranya
Mengalir di ujung percikan dan rintik
Memburu kepasrahan pada malam yang panjang
Tatapan untuk masa depan yang belum bisa terbaca
Entah akan menjadi mimpi atau hayalan dan prasasti
Ada yang jatuh menerpa langit-langit, tak luput juga dari pandangannya
Setitik demi setitik diiringinya dengan suara baskom dan talam
Hujan tak hanya turun di pekarangan rumah,
Teras kecil dengan sisa atap seng yang berkarat,
Atau kamar kecil yang terbuka atapnya agar tak lembab
Seperti pada kelahirannya
Seperti kepasrahan bapaknya
Seperti kerja ibunya
Ia membungkam pasi
Senyum, tawa disembunyikan dalam celana yang pesing setelah mengompol
Setelah lama terdengar nyanyian yang belum bisa dimengerti

Tidak ada komentar:

Posting Komentar